Kamis, 13 Juli 2017

PERTOBATAN SANG RAMPOK LEGENDARIS

ADALAH sebuah gereja tua di Timur Simpang Lima Semper, Jakarta Utara. Tempatnya tidak mencolok. Terselip di antara gudang dan hanggar truk besar tronton juga kontainer.

Gereja Paroki Salib Suci. Gereja ini memiliki banyak cerita. Salah satunya kisah Salib yang bertengger di dalam sebuah gua buatan manusia di sebelah gua Maria. 

Salib ini bentuknya biasa. Hampir ada di setiap gereja. Tapi Salib ini istimewa. Kenapa? Karena Salib ini buatan seorang Ignatius Waluyo alias Kusni Kasdut.

Barangkali sekarang tak banyak orang tahu sosok ini. Kita coba lambungkan ingatan pada masa silam. Menelisik lahirnya Salib dari tangan seorang perampok legendaris pada masanya.

----
Hidup melarat membuat Kusni terpersosok dunia kelam keparat. Namun dia sempat berubah untuk berjuang pada masa perang kemerdekaan. Hanya saja, kekecewaan masa perjuangan mengembalikannya pada masa kelam. Catatan hebatnya di dunia hitam adalah perampokan di Museum Gajah, yang letaknya tak jauh dari Istana Negara, dengan hasil 11 butir berlian.


Waluyo yang kemudian dikenal sebagai Kusni Kasdut, lahir di Blitar pada 1929. Masa kecilnya, seperti tertulis dalam buku Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia(1981), lebih banyak dihabiskannya di terminal. 

“Di masa kecilnya ia berkeliaran di terminal bis-kota Malang. Ia menjajakan rokok dan permen kepada para penumpang bis yang baru datang. Ibunya hidup menderita. Tinggal di daerah miskin Gang Jangkrik, Wetan Pasar, Malang." (Tirto.id -Red)

Beranjak Dewasa, Waluyo ikut berjuang melawan Belanda. Kakinya pernah tertembak dan membekas cacat. 

Menurut James Siegel, selama revolusi, Kusni Kasdut ini menyumbang tenaga dengan cara merampok orang-orang Tionghoa dan membagikan hasil jarahannya pada mereka yang terlibat dalam revolusi.

“Kusni, konon, tak tahu menahu dan tak mau tahu nasib hasil jarahannya. Ia menyumbangkan puluhan juta bagi revolusi,” kata Siegel dalam bukunya Penjahat Gaya (Orde) Baru: Eksplorasi Kejahatan Politik dan Kejahatan (2000).


Frustasi menderanya ketika gagal masuk korps tentara gara gara cacat semasa perjuangan.
Tak bisa jadi tentara, tak ada pekerjaan yang bisa menghidupinya padahal ia sudah menikah. Kusni kemudian memilih ke lembah hitam. Bersama teman-temannya. Mohamad Ali alias Bir Ali, juga Mulyadi dan Abu Bakar, mereka membikin kelompok perampok. Kusni didaulat sebagai pemimpin geng mereka.

Kusni kembali merampok. Jika sebelum 1950 ia merampok demi republik, kali ini ia menjadi perampok untuk hidupnya.

Ia merampok seorang hartawan Arab bernama Ali Badjened pada 11 Agustus 1953. Sang hartawan, yang hendak melawan, terbunuh oleh aksi komplotan Kusni ini.

Aksi geng rampok Kusni selanjutnya yang fenomenal adalah perampokan Museum Nasional Indonesia alias Museum Gajah yang di Merdeka Barat, Jakarta. Letaknya tak jauh dari Kantor Kementerian Pertahanan dan tak jauh dari Istana Merdeka, tempat tinggal Presiden Sukarno.

Dengan menyamar sebagai polisi dan memakai Jeep, Kusni dan gengnya memasuki museum pada 31 Mei 1961. Dalam aksinya yang mirip adegan film itu, para perampok menyandera pengunjung. Seorang petugas di museum ditembak dan komplotan Kusni berhasil kabur. Alhasil, 11 butir berlian berhasil digasak. Kusni pun jadi buronan lagi.

Ada lebih dari lima dakwaan hukuman menyeretnya ke kursi pesakitan. Kusni pun menjadi legendaris karena pada masanya dia berhasil tujuh kali kabur dari penjara. Ini mengalahkan rekor lima kali penjahat legendaris Jack Marsene asal Prancis.

Konon ia tidak ditangkap polisi. Pria ini bahkan dibincangkan punya kebal senjata. Makanya ketika itu dia diminta anaknya menyerah bukan tertangkap. Dan pada 16 Februari 1980 dia dihukum mati.

Namun sebelum Eksekusi, Kusni berkenalan dengan seorang pemuka agama Katholik. Mereka berkomunikasi hingga terjadi pertobatan dari balik penjara. Kusni menyandang nama Baptis Ignatius. Nisan kuburnya tak tertoreh nama Kusni Kasdut. Ini sebagai bentuk pertobatan sang spesialis perampok barang antik ini.

Sebagai pengabdiannya, Kusni membuat sejumlah karya seni berupa patung dan lukisan. Salah satunya Patung Salib di Gereja Salib Suci dan Lukisan Gereja Katedral dari gedebok (batang pisang) yang masih tersimpan rapi di Museum Katedral.

Salib seukuran tinggi manusia itu, sampai kini masih berdiri kokoh di satu sudut Gereja yang didirikan oleh YB Mangunwijaya. Sebuah gereja yang berjarak radius tak lebih dari 10 kilometer dari tepi laut di Tanjung Priok. Salib itupun dijadikan umat, sarana berdoa untuk pertobatan dan "museum".

Ini sepenggal sejarah Seni Kehidupan dan Karya Seni Rupa Seorang Kusni Kasdut.

Tugu, Cilincing Jakarta Utara - Juni 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar