Kamis, 22 November 2012

Sepenggal Kisah Jokowi...

Pak Jokowi, Hajar Saja Lurahnya!


TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWANGubernur DKI Jakarta Joko Widodo.

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada saja pengalaman-pengalaman unik yang dialami Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, baik sebelum menjadi gubernur maupun sesudahnya. Kisah-kisah unik nan lucu itu pula yang kerap ia ceritakan dan menjadi perhatian warga yang mendengarnya.

Hal itu juga terjadi ketika Jokowi menjadi pembicara dalam acara Indonesia Creative Power, Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI) 2012 di Epicentrum Walk, Jakarta Selatan. Selain Jokowi, Fiona Kerr dari University of Adelaide Australia juga menjadi pembicara bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Mari Elka Pangestu.

Berbeda dari dua narasumber lain, yang menyampaikan presentasinya dengan duduk, Jokowi memilih berdiri dan menceritakan pengalaman kreatifnya. Jokowi mengatakan, kalau ia duduk justru tidak bisa lancar menceritakan pengalamannya.

"Dua puluh tiga tahun saya bekerja di barang-barang seperti yang tadi saya duduki, jadi agak kreatif sedikit-sedikit. Kemudian, tujuh tahun lalu, saya kecelakaan menjadi Wali Kota, nah itu mulai enggak kreatif," kata mantan Wali Kota Solo dan pengusaha mebel tersebut, Kamis (22/11/2012).

Setelah itu, kalimat demi kalimat mengalir dalam cerita Jokowi. Sewaktu menjadi Wali Kota Solo, misalnya, ia mengisahkan bahwa waktu itu ia menghadapi masalah dengan ajudannya yang berpostur lebih tinggi, besar, dan ganteng. Karena waktu itu Jokowi masih suka mengemudi sendiri, maka setiap kali hadir dalam acara-acara undangan, para tamu justru memberikan perhatian lebih besar kepada ajudannya.

"Problemnya, tamu-tamu yang datang ke saya, kok malah yang disalami ajudan saya, bukan saya. Haduh... satu bulan saya masih kuat, dua bulan enggak kuat, tiga bulan tambah enggak kuat, kemudian muncul ide kreatif saya," kata Jokowi, yang waktu itu berbobot 54 kg.

Jokowi kemudian mengganti ajudannya itu. Kali ini ia memilih ajudan dengan paras dan perwatakan tidak seperti sebelumnya. Yang lebih jelek, katanya. Mendengar itu, para pengunjung dalam acara itu sontak tertawa. "Selama tujuh tahun, akhirnya saya selamat karena yang disalami saya terus," ujarnya.

Ceritanya kemudian beralih ketika Jokowi mulai ke Jakarta dan menjadi gubernur. Menurutnya, satu hal kreatif yang pernah dilakukannya adalah saat ia melakukan inspeksi dadakan (sidak) ke kantor kelurahan dan kantor kecamatan di Jakarta Pusat pada 23 Oktober 2012 atau seminggu setelah ia dilantik jadi gubernur.

Ia menuturkan, ketika itu ia datang ke satu kantor kelurahan sekitar pukul 07.30. Alih-alih menemui lurah setempat, Jokowi justru melihat kursi-kursi di kantor tersebut masih dipasang terbalik atau ditidurkan. Ia pun hanya menemui tiga orang pegawai di kantor kelurahan itu.

"Kemudian, saya perintahkan untuk membuka tempat pelayanan. Terus satu orang itu membukahandle pintu yang masih terkunci, saya tunggu saja. Satu handle kunci tak tunggu enggak kebuka-buka. Tak tunggu sudah hampir tiga gerombol kunci masih juga belum kebuka, ya sudah saya tinggal saja ke kelurahan yang lain," kata Jokowi. Riuh tawa audiens pun kembali membahana.

Sama seperti kelurahan yang ia datangi pertama kali, kejadian yang sama juga ia temui di kantor kecamatan dan kelurahan selanjutnya. Menurutnya, pagi itu baru separuh pegawai yang hadir di kantor lurah, demikian pula di kantor kecamatan. Camat dan lurahnya pun tidak ada sehingga Jokowi gagal bertemu dengan mereka.

"Pegawai kecamatan itu mencoba kreatif. Dia menaruh tulisan 'Buka', ya saya senang. Tapi saya enggak kalah kreatif. 'Ini tulisannya buka, tapi kok saya lihat-lihat malah loketnya tutupan.' Kalah kreatif sama saya pegawainya," kata Jokowi yang kembali mengundang gelak tawa pengunjung.

Di akhir kisah pengalamannya, Jokowi menceritakan, saat ia melakukan sidak di kelurahan dan kecamatan, banyak warga yang saat itu melihatnya sidak menyuruhnya untuk menghajar lurah dan camatnya. "Pas sidak itu, mungkin yang melihat saya ada seribu penduduk. Begitu saya hadir, mereka teriak, 'Pak Jokowi, dihajar saja camatnya, hajar saja lurahnya.' Ha-ha-ha... lha ini apa, kenapa saya harus menghajar mereka... ha-ha-ha," canda Jokowi yang mendapatkan tepuk tangan meriah dari pengunjung.

Editor :
Laksono Hari W

Minggu, 18 November 2012

Tulisan Perdana dan Bangga


Hipnotis Musik dari Kalifornia

Cake baru membuat penonton berjingkrak di saat konser hampir berakhir.  Konsisten di panggung


KRIIINGG.... Sejenak hening berdetak dalam detik. Bunyi telepon berdering disambut besutan gitar synthesizer menghipnotis. Lalu, sebuah lirik dibarengi gebukan drum menghentak sunyi: /No phone, no phone/I just want to be alone today/no phone, no phone. Penonton pun berjingkrak-jingkrak bak gelombang. Aksi spontan jemari gitaris Cake, Xan McCurdy memetik dawai gitar kian memukau penonton. Lengkingan gitarnya cepat nan eksotis.

Inilah saat-saat Cake mampu merebut hati sekitar 1500 penonton di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Kamis malam pekan silam. Penonton berjingkrak seirama lagu bertajuk No Phone yang disuguhkan John McCrea, vokalis kelompok asal Kalifornia ini. Lagu ini bagi-orang-orang yang tak ingin terganggu dering telpon, kata McCrea yang mengaku inspirasi lagu itu berawal dari kejenuhannya menerima telepon 15-20 kali sehari. 

Selesai lagu itu, lagu andalan I Will Survive yang sempat melejit di papan tangga lagu dunia pada 1996, membuat penonton kian menggila. Tak habis-habisnya histeria mereka meletup-letup. Dan, Never There menutup aksi panggung Cake. McCrea dan kawan-kawan melambaikan tangan, lalu surut ke balik panggung.

Penonton puas? Tidak. We want more, we want more, begitulah mereka tak ingin pertunjukan berakhir dan bergeming di arena. McCrea rupanya bersimpati kembali ke panggung. Saya hargai kalian memilih pertunjukan ini, meski ada konser lain di dekat sini (Konser Kris Dayanti - red), katanya. Lagu Daria lalu menjadi bonus antusias penonton dan sepasang stik drum Pablo Ebadi dilempar ke arah penonton yang berebut meraihnya dengan antusias.

Respon penonton seperti di tiga lagu terakhir sejatinya sudah jadi harapan McCrea sejak lagu ketiga, Short Skirt/Long Jaket, disuguhkan. Ia bahkan sudah berusaha menggaet hati penonton lebih awal lagi dengan cara melepaskan jaket abu-abu yang membungkus kemeja bergaris-garis vertikal yang ia pakai. Terima kasih untuk suara-suara dari Jakarta, kata McCrea setelah penonton bersedia mengikuti lirik yang dicontohkannya.

Sayangnya, suasana kembali redup hingga setengah jam lebih pertunjukan berlangsung memasuki lagu kesembilan, Sheep to Heaven. McCrea terlihat frustrasi, meski sudah konsisten bermain di panggung. Padahal, ia sudah berusaha atraktif di panggung dengan memainkan gitar akustik dan alat semacam garpu tala. Tiupan terompet dan keyboard juga selalu terdengar dominan memanjakan penonton di setiap lagu.

Apa boleh buat, pentas Cake ini tak termasuk kategori sold out concert (konser yang tiketnya habis terjualred) yang bisa membuat senyum promotor Java Musikindo yang mendatangkan mereka ke sini. Gedung berkapasitas 4000 pengunjung itu tak penuh. Sisi tribun hanya diduduki puluhan penonton. Sementara di depan panggung hanya tiga perempat yang terisi. Setting panggung pentas Cake berukuran 17 x 6 meter juga sangat sederhana. Yang ada hanya permainan tiga lampu sorot dan sebuah bola kaca di atas panggung. Sementara sound system juga berkekuatan tak lebih dari 20 ribu watt. Soundnya kayaknya kurang nendang ya, kata Mone, 18 tahun, penonton asal Kupang kepada Tempo. Namun Mone tetap meras puas karena memang menyukai lagu-lagu Cake yang nyeleneh. Bukan easy listening, tapi bisa dinikmati.

Beda lagi dengan Raisa, 17 tahun, pelajar SMU Taman Tirta Jakarta Selatan dan Mareyke Rika, 28 tahun. Baik Raisa maupun Rika mengakui respon penonton sangat kurang. Mereka melihat seharusnya penonton bisa bergoyang pada beberapa lagu-lagu. Saya kira kalau penonton memberi respon, bisa lebih hidup, kata Raisa yang sudah mengenal lagu-lagu Cake ketika di bangku SMP. Lagu I Will Survive adalah lagu favoritnya.
 
Di kalangan Artis, rupanya banyak juga yang datang. Ada Andi /rif, Sigit (Base Jam), Puput Melati dan sejumlah artis lainnya. Andi /rif bahkan sudah jauh hari menjadwalkan waktunya untuk konser ini. Saya senang  No Phone. Cepat dan enak di dengar, katanya. 

Eduardus Karel Dewanto

So You Think You can.....

Malam itu, November 2012 

"So You Think You Can Dance" diputar di salah satu channel sebuah tv berbayar. Sebuah kontes anak muda menari (bukan tradisional). Satu per satu peserta single maupun duet unjuk kebolehan di atas panggung. lenggak-lenggok mereka disaput dengan belaian warna-warni lampu. 


Sungguh indah. Sekalipun bukan mahakarya, namun kompetisi ini memang sungguh membangun sebuah karya seni yang menakjubkan. Mereka berkompetisi dengan beragam genre tarian. Ada foxtrot, broadway, ballet, kontemporer, bollywood, hiphop, dan ragam lainnya. 

Bagaimana mereka mampu berkembang dari nol menjadi hebat di atas panggung? Masing-masing kontestan mendapatkan pemandu seorang pelatih papan atas dunia di Hollywood. Pelatih itu pun berganti-ganti. Mereka dari nol diberi kesempatan mengembangkan talentanya. Yang gagal, hukum alam yang akan merontokkannya.

Berlatih menjadi kewajiban mereka sebelum manggung. Menyerap ilmu dari para pelatih bintang itulah, modal mereka bila mau tampil apik dan menghayati. Tentu saja, karena koreografi tarian dari para pelatih itu, yang menjadi asupan para kontestan untuk mengembangkan talentanya berlenggak-lenggok di atas venue or stage. Ya. Para koreografer itu memang menjadi kunci keindahan di atas panggung. Merekalah perancang cerita, busana, ritme dan gerakan liak-liuk tubuh para kontestan.

Tengoklah apa kata para juri di ajang itu. Mereka selalu memberikan hormat kepada para koreografer itu, bila tarian mereka berhasil ditampilkan oleh para kontestan. ya, karena mereka ini kebanyakan para begawan tari dan seni.

Namun, ini yang terpenting. Semua ide dan gagasan para koreografer itu tak ada artinya sehebat apapun, tanpa ditopang semangat, kemauan, kreativitas, kecerdasan dan talenta dari para murid-murid kontestan. Semua gagasan itu menjadi sebuah karya di tanah lapang kering kerontang. Yang akan dilihat orang, hanyalah tanah kering retak-retak menjadi liat, begitu pula rasa yang ada adalah panas menyengat ubun-ubun kian membikin pusing. 

Deskripsi di atas menurut saya memiliki korelasi di dunia seni apapun. Salah satunya dunia seni jurnalisme broadcast. Para Koreografer itu ibarat para Executive Producer. Dia inilah penjaga gawang sebuah program. Ke mana arah dan tujuan sebuah produksi, adalah dia kuncinya. Tapi dia tidak akan memiliki arti apapun bila tidak ditopang personil, seperti produser, assprod, reporter, presenter, standupper, supporting teknik, yang handal. personil-personil ini terbangun dalam sebuah tim, dan bukanlah individu. Tim ini sepatutnya memiliki talenta, kemauan, kedisiplinan, kreativitas dan sebagainya. 

Karena itulah, saat melihat tayangan kontes tari di negeri Abang Sam atau United State, menjadi potret kecil kehidupan dunia broadcast. Para produser adalah kreator-kreator seni di layar kaca untuk menampilkan sebuah flow dan show rundown sebuah program menjadi apik, cantik, menarik, mendidik dan dilirik. Pilar penyangga itu ada di tangan mereka yang berada di garda terdepan, termasuk perangkat personil teknik yang menjadi support jalannya seni saat on air.

Dari tulisan ini, saya hanya sedikit ingin meluapkan sebuah pandangan menarik yang tampaknya sama dengan miniatur sebuah seni pertunjukan seperti tari. Dunia seni broadcast tak bisa dijalankan sendiri oleh individu. Tetapi tim yang kuat, yang mampu mengejawantahkan segala pemikiran seni "si dalang" "So 
You Think You Can Make a News Broadcast ??"

Senin, 29 Oktober 2012

Apa Kabar Jenderal ?

Mayjen Sriyanto Muntasram:
“Saya Percaya Kepada Hukum, Kok”

TUJUH anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang didakwa membunuh Ketua Dewan Presidium Papua Theys Hiyo Eluay disidangkan di Mahkamah Tinggi Militer Surabaya, pekan lalu. Ada yang istimewa dalam persidangan pertama itu: kehadiran sang Komandan Jenderal (Danjen), Mayor Jenderal Sriyanto Muntasram.
Adakah kehadirannya untuk memperlihatkan perlawanan atas proses hukum yang sedang dihadapi anak buahnya? Sriyanto membantah. Menurut dia, kehadirannya ini justru untuk menunjukkan dukungan pada penegakan hukum.
Bagi pria kelahiran Tuban, Jawa Timur, 28 Oktober 1950, peradilan yang sedang dihadapi tujuh anggotanya itu merupakan proses pembelajaran bagi mereka. Bahwa mereka tunduk kepada hukum. “Saya percaya kepada hukum, kok,” ujarnya.
Kursi Danjen Kopassus yang dulu dipandang empuk bagi karier seorang anggota militer, rupanya kini penuh duri. Sriyanto mengalaminya. Di saat tongkat komando ia pegang, sejumlah tanggung jawab sejumlah kasus yang diduga melibatkan anggota tentara ditudingkan ke korps pasukan elite yang dipimpinnya. Belum kasus pembunuhan Theys terungkap tuntas, muncul sejumlah kasus lain. Misalnya saja kasus penembakan guru sekolah internasional milik Freeport Indonesia di Timika, Papua, atau dugaan perlindungan bagi bos Geng Coker di Ambon, Maluku, juga kasus sejumlah bom di Jakarta.
Beban pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Sriyanto memang masih banyak. Tapi bekas Danrem 074/Warastratama, Surakarta, ini menyikapinya dengan tenang. Eduardus Karel Dewanto dari Tempo News Room yang khusus mewawancarainya sehubungan perkembangan kasus pembunuhan Theys merasakannya. Guyonan-guyonan dengan dialek Jawa yang kental mewarnai hampir sepanjang percakapan. Suasana pembicaraan pun menjadi segar dan akrab. Berikut petikan wawancara yang dilakukan sesudah persidangan pertama kasus Theys, akhir pekan lalu.

Ada maksud kehadiran Anda dalam sidang Theys di Mahmilti Surabaya?
Ini kan anggota saya disidang, tentu saya hadir dong. Sidang itu membacakan dakwaan terhadap tujuh personil Kopassus yang terdiri dari empat perwira, dua bintara, satu tamtama. Sebagai Danjen Kopassus saya ingin mengajari anggota saya untuk menghormati hukum. Soal kebenaran biar dibuktikan di persidangan. Mereka ini disidangkan tentu saja atas perintah saya sebagai Ankum.
Apakah Anda menilai kasus ini mencoreng citra Kopassus?
O … iya, tapi ini merupakan proses pembelajaran untuk tunduk kepada hukum. Dalam butir kedua Sapta Marga TNI itu kan (bunyinya) taat dan tunduk kepada hukum. Jadi, nanti lah kebenaran akan terungkap di persidangan.
Apa dakwaan Oditur?
Intinya, yang saya tahu, mereka didakwa sampai kematian Theys.
Apa Anda percaya keterlibatan mereka?
Ya ... kalau dari pengakuan mereka dalam penyidikan… em..(diam sejenak) nanti dibuktikan dalam persidangan sajalah. Tapi satu yang saya pegang bahwa, semua anggota saya itu senantiasa memegang prinsip demi keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia, red.). Iya to? Ha..ha..ha.. Tapi nanti saja dalam persidangan saja ya .. Kalau saya buka di sini nanti dikira mempengaruhi persidangan. Nanti dikira menggurui sidang. Itu nggak bagus ...ha..ha..ha. Biarlah persidangan berjalan alamiah dan terbuka. Kenapa ini sampai terjadi, biar terungkap dalam persidangan.
Kopassus kok memakai pengacara sipil? Dari mana dana untuk membayar mereka?
Em … Sebenarnya mereka itu sukarela ya. Kami tidak pernah negoisasi soal harga. Kami cuma mengontak mereka ada persoalan seperti ini, mereka mau membantu. Kebetulan beliau ini merupakan salah satu fans TNI, dan menginginkan adanya penegakan hukum. Jadi sampai sekarang ini kami tidak pernah nego soal honor, saya hanya minta bantuan. Kalau ada, ini … Kan mereka tidak harus mesti dibayar to ... ha..ha..ha..
Terhadap kasusnya sendiri, apa reaksi Panglima TNI?
Panglima TNI telah memerintahkan (kasus ini) segera diproses secara hukum.
Tujuh tersangka itu masih aktif?
Masih, dan mereka itu anggota-anggota saya paling potensial sebetulnya. Hanya, selama ini mereka dalam tahanan. Baik di POM maupun dalam satuan.
Seandainya mereka divonis bersalah, adakah konsekuensi dari Korps?
Kami lihat vonisnya. Kalau ternyata mereka betul-betul salah, kami harus menghormati vonis. Nanti akan kami lihat vonisnya seperti apa. Kalau tidak puas kan bisa naik banding. Tapi kalau ternyata bersalah, ya harus satria, lapang dada kami terima. Tapi sepanjang masih ada kemungkinan yang bersangkutan tidak bersalah, saya berkewajiban untuk mencari pembelanya untuk banding.
Jika tetap dinyatakan salah, apa konsekuensi keanggotaan mereka?
Kalau mereka memang bersalah ya dipecat. Apa boleh buat, selamat jalan. Saya kira ini peraturan yang berlaku umum di TNI. Tidak hanya Kopassus. Kalau mereka dipecat, ya selesai dan kembali sebagai masyarakat biasa. Mereka bisa saja mengabdikan diri di bidang lain. Tapi kalau ternyata hanya divonis sekian tahun dan tidak dipecat, mereka akan akan diterima kembali (jika selesai masa hukumannya).
Bukankah mereka potensial dan memiliki kualifikasi khusus? Tidak adakah dispensasi atau kebijakan khusus?
Kalau memang vonis itu ternyata bersalah, ya kami harus tetap lapang dada. Pencopotan itu sendiri kan sama saja sebagai pembelajaran yang baik. Tidak ada yang sempurna kan di dunia ini.. ha..ha..ha. Bagi saya, kalau memang itu vonisnya, ya sudah, itulah barangkali yang terbaik kami lakukan sebagai pembinaan kesatuan dan anggota yang lainnya untuk tunduk pada aturan yang berlaku. Namun, manakala ternyata tidak bersalah, kami harus perjuangkan karirnya lagi.
Kabarnya Kopassus akan membuat buku putih untuk kasus Theys ini?
Buku putih .. ha..ha..ha.. buku putih atau buku item itu apa? Aku mau cari buku tabungan saja .. ha..ha..ha...
Jadi tidak betul soal buku putih itu?
Saya percaya sama hukum kok. (Buku putih seperti) itu kan dibuat karena mereka nggak percaya hukum, terus membela diri, ya. Saya percaya hukum kok.
Mungkin bukan dari segi hukumnya. Kasus ini dinilai masih mencerminkan sikap Kopassus pada masa Orde Baru, dipakai untuk kepentingan kelompok tertentu, termasuk pemerintah.
Ha..ha..ha.. Saya kira itu tidak benar, mungkin perlu saya luruskan. Semboyan dan dasar-dasar penugasan (untuk Kopassus) semua tetap dan tidak ada perbedaan tradisi dan sebagainya. Hanya saja, menurut saya, saat (Orde Baru) itu tidak hanya Kopassus kan (yang sakit), bangsa kita yang sakit. Jadi bukan hanya Kopassus. Beberapa pihak sepertinya hanya main kambing hitam saja kan …ha..ha..ha... Barangkali juga, ada seni salah satu pejabat. Kepemimpinan suatu masa berbeda-beda, tapi visi dan misi kami tetap. Sebagai pasukan khusus, karena dilatih dengan khusus, perlengkapan khusus dengan sasaran yang khusus juga, Kopassus tetap milik bangsa.
Tapi publik telah mencap miring Kopassus.
Saya kurang sependapat dengan itu. Mungkin citra (di masyarakat) tidak menggambarkan hal sebenarnya. Bagi saya, visi dan misi Kopassus tetap. Maksudnya, semua pasukan di bawah binaan Angkatan Darat dan di bawah operasional Panglima TNI, itu tetap. Mungkin ada yang perlu diperbaiki, mungkin ada yang perlu ditingkatkan, itu wajar. Kalau dulu Kopassus dianggap sebagai centeng atau macem-macem itu .. he..he..he.. itu hak pandangan orang. Tapi sekarang sebenarnya sudah berubah. Bukan hanya Kopassus, tetapi paradigma TNI pun sudah berubah.
Bagaimana dengan banyak pelanggaran dilakukan anggota Kopassus?
Kalau dikatakan Kopasus, saya kok tidak sependapat ya, sebab di Kopassus itu jumlah orangnya sedikit. (Saya kira) itu dilakukan mereka yang mantan-mantan, dan sudah keluar dinas, tapi masih mengaku-ngaku Kopassus. Ada orang-orang luar sama sekali yang mengaku Kopassus, ini yang merepotkan sekali. Kan gampang mengatakan dari Kopassus. Tapi itu juga salah satu ciri, mereka itu masih agak segan kepada Kopassus.
Tapi beberapa kasus mencuat dari Kopassus?
Bisa Anda sebut contohnya.
Kasus Letda Agus Isrok, anaknya Jenderal Subagyo HS.
O... iya, pernah itu dulu ya. Itu oknum ya. Dia sekarang menunggu vonis dan kasasi. Itu memang benar. Tetapi, dalam kacamata saya, dia dimanfaatkan kelompok luar. Barangkali karena dikenal (sebagai) anaknya Pak Bagyo, (lalu)dimanfaatkan orang-orang itu.
Soal lain, betulkah Kopassus masih tersebar di berbagai daerah konflik?
Oke… jadi Kopassus itu memiliki tiga kemampuan. Pertama, istilahnya, kemampuan Parako atau Prajurit Para Komando yang lebih dominan tempurnya. Kemudian ada pasukan khusus Sandi Yudha yang lebih bergerak di bidang tertutup, kemudian ada pasukan khusus penanggulangan teror. Keterlibatan mereka sekarang ada di Aceh, Ambon, Irian dan Poso serta beberapa di luar negeri. Ada juga kedutaan-kedutaan tertentu di luar negeri yang meminta pengamanan tertentu. Jadi ada dan memang diberikan tugas ke sana bersama dari kesatuan lain.
Berapa besarnya?
Sekarang ini yang di luar sana hampir setengah dari kekuatan yang ada. Dan itu wajar-wajar saja karena menambah pengalaman bagi kami.
Kira-kira spesifik jumlahnya?
Itu sesuai permintaan masing-masing. Misalnya Kodam Aceh meminta kepada Panglima TNI. Saya sendiri tidak punya kewenangan menggerakkan secara operasional pasukan di daerah operasi. Itu sepenuhnya di tangan panglima setempat. Pangdam di Aceh, Pangdam Trikora, Pangdam Wirabuana atau pangdam lainnya.
Bagaimana pengawasan Kopassus di daerah konflik agar tidak melanggar hukum?
Saya akan tanya pangdam-nya, apakah merasa terbantu atau tidak. Jadi di sisi lain yang menjadi pembinanya itu saya, kemudian juga saya kirimkan staf ke sana untuk mengetahui kekurangannya. Apa yang bisa ditingkatkan lagi. Kadang-kadang saya gilir komandannya ke sana untuk mengecek. Masukan itu yang kami olah di sini (Markas Komando Kopassus Cijantung, red.) agar bisa lebih baik. Dari pangdam kami cek rapornya.
Terakhir, bagaimana pendapat Anda dengan munculnya satuan khusus lainnya?
Bukan, itu salah orang menyebut saja. Bagi saya enggak lah, kami bukan pasukan yang hebat, tapi kami pasukan terlatih saja. Jadi itu perlu saya garis bawahi agar kami tidak sombong dan arogan. Pada dasarnya, seseorang kalau dia mempunyai persyaratan khusus dan mampu melalui persyaratan, mereka berhak saja (bergabung ke Kopassus). Memang kami dipersiapkan di situ. Jadi ada spesialisasinya. Barangkali Kostrad ada diberi keahlian khusus, bagus sekali. Jadi dalam kegiatan yang tergabung itu pas.
*****

Menggali Laporan Indepth..

Laporan Utama

Kitab Baru Sang Teroris

Polisi menggelar siaga tinggi untuk mencegah siklus tahunan bom, sejak pekan lalu. Azahari tewas. Noor Din M. Top lenyap. Tapi ancaman tetap subur. Kini beredar "buku panduan" baru terorisme mandiri. Manual itu bisa memandu siapa pun untuk melahirkan teror sekelas bom Bali II. Inilah laporan Tempo. 

+ Apakah komputer jinjing yang dipakai Imam Samudra untuk chatting sudah menjadi barang bukti?
- Tidak ada (komputer jinjing).
+
Jadi dia memakai apa?
- Komputer meja, komputer jinjing. Entahllah. Kan sama saja.
+
Komputer meja di dalam penjara?
- Justru itu yang menarik. Penyidik juga berpikir boleh jadi dia tidak chatting di selnya. Bisa di ruang sipir.
+
Anda sudah membaca isi chatting?
- Maaf, itu harga mati. Kami tidak akan mmengumumkannya.

v v v
INI petikan percakapan Tempo dengan Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Purwoko di kantornya, Jumat petang pekan lalu. Polisi sudah mencokok dua lawan bicara Imam via Internet, Agung Setyadi dan Agung Prabowo. Tapi misteri chatting Imam Samudra di penjara Kerobokan, Denpasar—yang ramai diberitakan media sejak tiga pekan lalu—belum terkuak. Satu buron masih gentayangan. "Sebut saja Mr X," ujar Kepala Polri Jenderal Sutanto. 

Purwoko memilih tutup mulut. Sutanto cuma memberikan kode nama. Ya, Imam Samudra hanya satu titik dari gudang besar terorisme yang harus disisir polisi. Mereka memilih bersikap ekstra hati-hati. Sumber di kepolisian yang pernah melongok rekaman chatting Imam menuturkan, sebagian besar isinya hanya obrolan perintang waktu. "Kata-katanya jorok menjurus porno," ujarnya kepada Tempo.

Lalu dia menambahkan dengan wajah muram, kata-kata jorok itu diduga berisi petunjuk operasi bom Bali II yang mengempaskan Bali pada 1 Oktober 2005.

Agustus hingga November boleh dikata menjadi "jadwal rutin" aksi teror di Indonesia, setidaknya dalam lima tahun terakhir. Maka sejak pekan lalu, polisi menggelar siaga tinggi terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk menyambut "bulan-bulan bom".

Kepolisian Daerah Jawa Timur melakukan operasi kendaraan bermotor saban hari. Di kawasan protokol Jalan Diponegoro, Surabaya, seseorang ditahan gara-gara membawa lima keping cakram digital pada Selasa pekan lalu. Dia dilepas setelah cakram dipastikan hanya berisi data pekerjaan kantor. 

Kepolisian Daerah Jawa Tengah melakukan operasi serupa. Kepala Polda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Dody Sumantyawan bahkan mengundang semua kepala desa untuk berkumpul pada pekan depan.

Semua desa diminta menghidupkan lagi buku tamu desa. "Setiap tamu identitasnya harus dicatat," kata Dody. "Gerakan teroris seperti balon air, dipencet kanan lari ke kiri, dipencet kiri lari ke kanan," dia menambahkan.
Sidney Jones, peneliti jaringan teroris di Indonesia dari International Crisis Group, berpendapat gerakan kelompok Noor Din sebetulnya telah menyempit. "Dukungan personel dan dana jauh berkurang," katanya. Tetapi potensi bahaya masih kuat.

Jones mencontohkan, Noor Din tidak pernah lelah mencetak kader-kader siap-jihad selama dalam persembunyian. Adapun Azahari selalu dikitari murid yang cergas belajar merangkai bom.

Toh, seorang pengurus wilayah organisasi Jamaah Islamiyah Jawa Tengah menganggap operasi polisi di kedua provinsi itu berlebihan. "Bisa apa, Mas, orangnya (kelompok teroris) sudah habis," katanya kepada Tempo. Boleh jadi demikian. Namun ancaman teror tetap bisa datang dari pintu yang lain.

Beberapa bulan terakhir misalnya, telah beredar satu buku manual baru di antara beberapa kelompok jihad. Manual itu berisi resep membuat sel atau kelompok jihad mandiri. Seorang sumber yang memiliki salinan buku itu mengizinkan Tempo membacanya. 

Setebal 82 halaman, buku itu disusun dalam bahasa Indonesia yang mudah dipahami. Jika buku itu jatuh di tengah jalan dan ditemukan si Fulan, dia bisa membuat sebuah sel jihad tanpa banyak kesulitan. Syarat mutlak hanya satu. Dia harus bisa memimpin. 

Tiada keterangan nama pengarang buku. Inilah kalimat pembukanya: 

+ Setiap hari jumlah orang yang berjihad semakin banyak. Alhamdulillah!

Selanjutnya, buku itu menerangkan ideologi dan mengutip ayat-ayat suci pembenaran jihad dengan cara teror. Bab-bab selanjutnya menuliskan dengan rinci cara penggalangan dana, rekrutmen anggota sel, pembagian tugas tiap anggota, cara pelatihan, hingga syarat-syarat menentukan tempat pertemuan.

Disebutkan di situ, hanya butuh waktu enam bulan untuk membentuk sel komplet. Rekrutmen menjadi babak amat penting. Setiap calon anggota dikeker dengan ketat latar belakangnya. Apa catatan hidupnya saat usia 12 hingga 18 tahun. Usia itu dianggap masa pembentukan karakter. 

Nah, setiap calon anggota diberi ujian dengan tingkat kesulitan bertahap. Tugas bisa bermula sebagai kurir surat. Jika lulus, derajatnya naik. Dia diizinkan mengirimkan dokumen—sembari dibuat simulasi seolah-olah ada operasi penangkapan oleh polisi. Setelah bakat dan kemampuan si calon lolos "uji kelayakan", spesialisasi tugas mulai diperkenalkan.

Di antaranya, spesialisasi dakwah, intelijen dan keamanan, kemampuan berkomputer dan Internet. Seorang anggota yang mempunyai latar belakang teknik bisa dilatih merancang bom.

Dari mana dana untuk semua kegiatan ini? Ada infak, tentu saja. Para anggota didorong membuat bisnis kelompok. Anggota sel juga diwajibkan terlibat dalam kegiatan masyarakat sekitar. Salah satu kalimat di buku manual itu berbunyi:

+ Upayakan selalu hadir dalam acara perkawinan atau selamatan yang diadakan di lingkungan.

Keamanan dokumen adalah soal mahapenting. Sebotol bensin dan korek api wajib disiapkan di samping komputer. Beberapa alamat situs yang menyediakan program penghancur dokumen dalam sekejap direkomendasikan untuk diunduh. Pada bagian akhir buku terpampang pesan:

+ Kami berharap kalian menyempurnakan tulisan ini berdasarkan pengalaman khusus yang kalian miliki. 

Semoga dilindungi Allah, juga Syeik Abu Abdillah Osamah bin Ladin, mujahid jaman ini penakluk pasukan komunis dan Amerika Serikat.

Pemilik buku itu maupun beberapa sumber relevan yang dihubungi Tempo tidak bisa memastikan kapan manual itu terbit dan seberapa luas peredarannya. Jika sudah terpegang oleh banyak tangan, kemunculan kelompok jihad baru akan kian sulit dilacak. Sebab, mereka bisa melakukan operasi penyerangan tanpa harus dikomando oleh Noor Din M. Top, misalnya.

Langkah-langkah yang diterangkan dalam buku itu serupa benar dengan beberapa sel yang membantu pelarian Noor Din dan Azahari saat mereka menyiapkan bom Bali II. Salah satunya Subur Sugiyarto, buruh bangunan di Semarang yang pernah membentuk tiga sel. Tiap sel memiliki spesialisasi masing-masing (lihat Pertalian Empat Sel). 

Bentuk sel lain bisa kita lihat di Tomini, sekitar 300 kilometer dari Palu, ibu kota Sulawesi Tengah. Terdiri dari sepuluh orang, kelompok ini dipimpin Ustad Aan alias Opo. Mereka diburu polisi gara-gara mengumpulkan dana atau fa'i dengan cara merampok pada Februari lalu. 

Fenny Tanriono, pedagang cokelat setempat, menjadi korban. Dia mengalami kerugian uang Rp 3 juta, dua telepon genggam, dan dua jam tangan. Tubuh Fredy, sopir Fenny, tertembus peluru oleh para pelaku fa'i. Namun nyawanya masih terselamatkan.

Polisi menangkap kelompok Opo dua bulan kemudian. Para pelaku menyebut Aan dengan panggilan amir. Artinya, pemimpin. Hingga pekan lalu, delapan dari sepuluh anggota komplotan sudah tertangkap. Kasus perampokan itu masih disidangkan di Pengadilan Negeri Palu. 

Sumber Tempo di kelompok Mujahidin Poso menjelaskan, Opo bukan anggota inti mereka. Dia baru tiga bulan mengikuti pengajian yang membahas soal fa'i. "Belum matang ilmunya, dia nekat beroperasi," kata si sumber. Apakah mereka membaca manual pembentukan sel? Hal itu tidak terjawab di pengadilan. 

Pelaku teror di Indonesia sebagian besar berasal dari organisasi Jamaah Islamiyah. Mereka memulai serangan pada 1 Agustus 2000 dengan menghantam Kedutaan Besar Filipina di Menteng, Jakarta Pusat. Tapi polisi baru memperhitungkan bahaya kelompok ini setelah bom Bali 12 Oktober 2002, yang menewaskan 202 korban dan melukai lebih dari 300 orang.

Setelah itu, teror praktis menjadi acara tahunan. Terakhir, bom Bali II mengoyak Jimbaran dan Kuta, 1 Oktober 2005 (lihat infografik). Sejak bom Bali I, polisi menangkap sekitar 350 orang yang diduga terlibat aksi teror, hidup atau mati.

Para tersangka umumnya menyebut duet warga Malaysia, Noor Din dan Azahari, sebagai kreator semua serangan. Salah satunya datang dari Mohamad Cholily, murid Azahari yang diringkus pada November 2005 di Semarang. Dia divonis 18 tahun penjara pada Kamis pekan lalu oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar.
Dalam dokumen pemeriksaannya yang diperoleh Tempo, Cholily mengaku pernah mendengar pesan sang guru yang berkata:

+ "Serangan bom harus dilakukan setahun sekali."

Tempo mencatat ada sejumlah nama yang diduga terlibat aksi teror masih buron sampai sekarang. Sebagian adalah alumni Perang Afganistan tahun 1990-an (lihat Para Lelaki di Sekitar Mami). Amat dikhawatirkan, manual terorisme mandiri bakal dengan cepat memperkuat jaringan mereka. 

Gagasan membuat sel yang mandiri dan terdesentralisasi dipelopori Mustafa Setmariam Nasar, 48 tahun. Pria kelahiran Suriah ini menyebarkan modul pembuatan sel melalui Internet sekitar tiga tahun lalu. Terdiri dari 1.600 halaman, modul itu diberi judul The Call for a Global Islamic Resistance.

Nasar memakai nama pena Abu Musab al-Suri. Dia menulis, antara lain:

+ "Lawan begitu kuat dan berkuasa. Kita lemah dan miskin. Perang bakal berlangsung lama. Cara terbaik untuk melawan adalah melalui jihad revolusioner."

Sejumlah pengamat teroris dunia melihat dari cara membentuk sel, rekrutmen anggota, serta teknik menyiapkan serangan, modul Nasar diterapkan oleh para teroris yang menyerang Casablanca (2003), Madrid (2004), dan London (2005). 

Pada November 2004, Amerika Serikat sempat menyayembarakan kepala Nasar seharga US$ 5 juta (setara Rp 45 miliar lebih). Nama Nasar muncul lagi di harian The Washington Post pada Mei 2005. Di situ disebutkan dia telah ditangkap polisi Pakistan di perbatasan Kota Quetta. 

Bisa jadi. Yang tak bisa ditangkap adalah manualnya, yang telah menerabas hingga Indonesia. Ringkas dan mudah dipahami, manual versi Indonesia ini dilengkapi muatan lokal yang "mendekatkan" pembaca dengan materi. Ibarat resep, menu telah dicocokkan dengan lidah lokal. 

Lima tahun terakhir menu itu dilepas pada rentang Agustus-November.
Seorang polisi mengaku kepada Tempo: "Kami memang bersiaga menyambut 'bulan jihad' para teroris." 

Agung Rulianto, Kurie Suditomo, Eduardus Karel Dewanto (Jakarta), Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Rofiuddin (Semarang), Darlis Muhammad (Palu), Imron Rosyid (Solo)
copyright TEMPO 2003

Makan di Amigos, Dont Worry..

ANCAMAN PENYAKIT RESTORAN AMIGOS
___________________________________________


Merasa gengsi makan di warung kaki lima? Sudah bukan
jamannya lagi. Saat ini, sudah jadi tren pegawai kantoran
dan mahasiswa mengonsumsi makan murah di sudut-sudut
gedung pencakar kota metropolitan. Bahkan, ada istilah
untuk tempat makan seperti ini, yaitu 'restoran amigos'
(agak minggir got sedikit).

Warung-warung makan murah yang terselip diantara
gedung-gedung perkantoran, menyediakan aneka rupa
makanan. Mulai dari nasi rames, nasi goreng sampai
sate panggang. Namun, dibalik rasanya yang lezat dan
harganya yang miring, 'restoran amigos' memiliki risiko
tesendiri. Yaitu, rawan penyakit tipus, kolera, disentri,
cacingan, dan hepatitis.

Dr. Handrawan Nadesul, dokter Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) mengingatkan banyaknya
pegawai di gedung-gedung bertingkat masuk rumah
sakit gara-gara makan di warung kaki lima. Mereka
kebanyakan lebih memilih makan di warung kaki
lima ketimbang di restoran atau kantin gedung
tempatnya bekerja dengan alasan harganya lebih
terjangkau.

Kasus terserang penyakit tipus paling sering muncul.
Diduga, sumber penularnya melalui pramusaji warung.
Habis dari jamban mungkin tidak cuci tangan, langsung
menyendok nasi, memegang lauk, menyomot bawang
goreng.

Di tubuhnya bercokol kuman tipus salmonella typhi.
Bila kuman tipusnya masih tinggal di jemarinya, maka
dengan cara begitu seperti itulah kebanyakan penyakit
infeksi perut ditularkan.

Hal sama terjadi dengan kolera, disentri, cacingan,
hepatitis, atau keracunan makanan. Pangkal muasalnya
akibat sanitasi kaki lima yang buruk, selain higiene
penjajanya buruk. Sekali pun penjajanya bukan penular
penyakit, beragam bibit penyakit sudah bertebaran di
sekitarnya. Mungkin dari air pencuci piring, air minum,
air cuci tangan tercemar, sebab diambil dari sumber
tak bersih.

Khusus untuk penggemar lalap mentah harus mewaspadai
kuman coli, jenis kuman pencemar air paling banyak di
air sungai. Sebagaimana diketahui, sayuran yang masuk
Jakarta umumnya dicuci di selokan atau memakai air
kali. Tidak heran jika kasus cacingan orang kota diduga
ditularkan lewat lalapan mentah. Bahkan dari beberapa
penelitian diketahui, sayur yang dijual di supermarket
di Jakarta yang tampaknya bersih ada yang tercemar
telur cacing.

Amati cara penjual ketoprak, rujak bebeg atau buah dingin
menyiapkan sajiannya. Dengan tangan telanjang habis
memegang uang, tanpa cuci tangan langsung melayani.
Itu berarti segala virus, kuman, jamur, atau telur cacing
di sela kuku mudah pindah ke makanan yang disajikan.

Kalau pun sempat melap tangan, lapnya umumnya lebih
dekil dari gombal. Piring, gelas, sendok, dilap memakai
lap itu juga. Mungkin juga lap itu buat menyeka mulut
dan keringat.

Buah dingin pun disiapkan dengan mengupas buah tanpa
sarung tangan dan pisau yang belum steril. Pendinginan
buah memakai es batu pun belum tentu membunuh bibit
penyakit yang telanjur mencemari gerobak buah dinginnya.
Maka jika disiapkan oleh penjaja yang jorok, mencucinya
dengan air kotor, atau ia seorang pembawa kuman, buah
dingin itu berpotensi menjadi sumber penyakit.

Berbeda dengan makanan yang terbuat dari bahan
mentah. Jenis jajanan soto, sop, mie rebus, dan gorengan,
umumnya lebih aman. Sekalipun mungkin jorok
penyajiannya, namun bibit penyakit pencemarnya akan
mati oleh suhu panas yang rata-rata sampai mendidih.

Jadi kesimpulannya, jajanan panas lebih aman. Tapi yang
lebih aman, membawa makanan dari rumah. Tampaknya
nasihat bijaksana dari ibu disaat kecil dulu agar tidak
jajan sembarangan, masih berlaku hingga sekarang. ***

(Eduardus Karel Dewanto-Tempo News Room)
Hangtuah Digital Library

Papua Riwayatmu Dulu



Budaya dan Modernisasi Pengaruhi Perilaku Seks

Sebuah penelitian yang dikomandoi Lesslie Butt Ph.d, seorang peneliti Aksi Stop AIDS Family Health International (ASA/FHI) bekerja sama dengan United State Agency for International Development (USAID) dan Lembaga Penelitian Universitas Cendrawasih menggali hubungan antara rata-rata infeksi HIV/AIDS dan kebudayaan dan perubahan sosial di Papua. Alasannya sejumlah penelitian menyebutkan bahwa 97 persen faktor penyebaran HIV/AIDS di Papua melalui hubungan seksual. Propinsi ini memiliki prevalensi kasus HIV/AIDS paling tinggi di Indonesia.

Data Dinas Kesehatan Propinsi Papua menyebutkan kasus HIV/AIDS di wilayahnya mencapai 634 kasus per 31 Oktober 2001. Dalam satu tahun ini, kasus tersebut telah meningkat sepertiga dibanding tahun lalu. Sebagian besar penyebarannya diketahui akibat hubungan heteroseksual maupun homoseksual. Sementara sedikit lainnya terjadi pada proses kehamilan bayi dan transfusi darah.

Menurut Lesslie Butt yang juga pengajar di Universitas Victoria Australia, perspektif budaya dan modernisasi memiliki efek besar mempengaruhi kegiatan seksualitas sehari-hari. Kepercayaan kematian, kecantikan, nafsu, acara perkawinan maupun berpacaran. Namun perubahan sosial sangat besar terpengaruh sistem keuangan global dan pemerintahan. Begitu pula masih kuatnya sistem lokal seperti sanksi dan pembayaran mas kawin.

Dampak modernisasi lingkungan seksual Papua di antaranya komersialisasi hubungan seksual, konsep dan perilaku baru, perubahan struktur perkawinan dan tanggungjawab keluarga. Efek modernisasi menyebabkan seks komersial lebih tersebar luas melalui mobilitas ke kota. Ini didorong hal-hal baru seperti film porno dan minuman keras.

Penelitian 14 hari ini dilakukan dengan mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif melalui survei seksualitas umum di Kabupaten Merauke, Jayawijaya, Jayapura dan Sorong. Metode lainnya travel diaries untuk mendapatkan informasi kebenaran tinggi tentang perilaku seksual sehari-hari. Termasuk melihat sejauh mana hubungan antara pelaku seksual dan faktor-faktor lain seperti pemakaian kondom, pola minum dan mobilitas.

Prosentase responden yang melakukan hubungan seks dengan lebih satu pasangan dalam tahun terakhir sejumlah 29 persen dan 27 persen pada satu pasangan. Rata-rata penyakit menular seksual 16 persen dengan perbedaan selisih gender minimal. Pengaruh budaya terhadap perilaku seksual itu termasuk sistem sanksi atau denda bila terjadi hubungan di luar pernikahan, perubahan pembayaran mas kawin dan cara perkawinan seperti poligami.

Ada empat macam perilaku seksual berisiko tinggi dalam masyarakat. Di antaranya prosentase responden yang berhubungan seks pertama kali di bawah umur 16 tahun, seks laki-laki di atas umur 30 tahun dengan wanita di bawah usia 20 tahun remaja 25 tahun yang pernah berhubungan seks sebelum usia 20 tahun dan yang pernah melakukan seks antre. Semua itu berkaitan dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS dan penggunaan kondom. Responden yang pernah mendengar HIV/AIDS dan yang bisa menyebut kondom masih kecil.

Seks komersial adalah sistem hubungan seks resmi yang terbagi beberapa tingkat. Drs. Jake Morin M.Kes salah satu peneliti ASA/FHI mengatakan, waria merupakan risiko tinggi seksual di Abepura dan Sorong berjumlah 225 orang. Mereka banyak tinggal sendiri, menyewa kamar terlepas dari keluarga. Pekerjaan waria bervariasi. Ada di bar, pekerja seks jalanan, pegawai negeri, pegawai swasta dan pegawai salon. "Pekerjaan di salon merupakan proporsi paling banyak. Dan frekuensi penggunaan dan pengetahuan kondom sangat rendah." ujar Morin,

Sedangkan kelompok risiko tinggi pekerja seks komersial (PSK) di Papua kurang lebih 2000 orang di kota. Tempat tinggalnya di kamar sewaan. kelab malam, lokalisasi dan rumah pribadi. Para pekerja seks di Merauke, Wamena dan Sorong berasal dari berbagai daerah. Mayoritas pekeda seks 'terbuka' di jalanan adalah wanita asli Papua. Pekerja seks di bar, lokalisasi dan terselubung adalah pendatang. Sedangkan pekerja seks jalanan tertutup (hubungan seks di kamar hotel atau di rumah) campuran pendatang dan Papua.

Penelitian ini memberi tiga rekomendasi pencegahan melalui perubahan perilaku, pencegahan lewat promosi solidaritas masyarakat dan pencegahan kelompok risiko tinggi. Secara umum harus mencegah dengan menaikkan kesadaran pamakaian kondom di desa, karena kesempatan hubungan seksualnya sama tinggi dengan kota. Selain itu, program mengedarkan masyarakat soal masalah remaja sangat diperlukan. Untuk waria harus dibangun program menaikkan kesadaran bersama dengan masyarakat secara umum tentang bahaya seks anal tanpa kondom. eduardus karel dewanto.

Patani Lima Tahun Silam

Atas Nama Malayu Patani
20 Januari 2007
 
Konflik bersenjata di Thailand Selatan terus berkecamuk. Pemerintah enggan berunding dengan pemberontak.
Dua orang yang berboncengan sepeda motor muncul dari balik kabut pagi di Yala, Thailand Selatan, Senin pekan lalu. Si pembonceng tiba-tiba mengangkat senapan yang disandangnya, membidik seorang lelaki yang sedang membuka kedai di simpang jalan. Lelaki itu, Abdulmanan Jaesaw, 34 tahun, roboh seketika. Kepalanya bocor, darah mengucur deras. Tamat. 
Abdulmanan dikenal propemerintah. Guru mengaji itu menyokong kampanye perdamaian di Thailand Selatan, dekat perbatasan Malaysia. Gerai miliknya turut mencetak poster dan spanduk berisi pesan damai. Karena itu, polisi segera menuding kelompok militan muslim sebagai pelaku pembunuhan. ”Mereka jaringan militan di selatan,” kata Komandan Polisi Kota Yala, Kolonel Parnpitak Thepchudeang. 
Pekan sebelumnya, dua warga Buddha Yala juga tewas dalam serangan serupa. Sukit Yingsong, 28 tahun, relawan perdamaian, dan ayahnya yang lumpuh, Kan Yingsong, 60 tahun, diguyur peluru kelompok bertopeng. Pada hari yang sama, Maae Wantae, 37 tahun, Wakil Kepala Desa Rangae, distrik Provinsi Narathiwat, tewas diserang kelompok bersenjata.
Selama 20 bulan konflik di Thailand Selatan, sudah ada 870 korban jiwa. Ketegangan bermula ketika Januari tahun lalu sekelompok massa bersenjata menyerbu tangsi di Narathiwat. Empat serdadu tewas, 300 pucuk senjata dan amunisi lenyap. Pemerintah melakukan serangan balasan yang menewaskan 108 orang pada 28 April. Setelah itu, 87 aktivis Islam Patani tewas kehabisan napas karena ditumpuk di truk setelah berunjuk rasa di Kota Tak Bai, Oktober lalu. 
Sejak dua peristiwa itu, Thailand Selatan, yang banyak dihuni kelompok minoritas muslim, semakin panas. Gerilyawan menyerang aparat dan warga propemerintah. Juli lalu, pemerintah memberlakukan undang-undang darurat untuk meredam perlawanan. Di bawah undang-undang itu, aparat boleh menahan orang yang dicurigai selama tujuh hari, menyensor surat kabar, dan menyadap pembicaraan telepon. 
Masalahnya tetap tak selesai. Serangan kini justru meruyak ke sekolah, pos polisi, dan barak-barak militer di tiga provinsi di selatan: Yala, Patani, dan Narathiwat. Selebaran gelap tulisan tangan tanpa identitas beredar di mana-mana. Warga yang beraktivitas pada hari Jumat diancam bakal dipotong telinganya. Ekor itu nyaris lumpuh.
Pekan lalu, untuk pertama kalinya Organisasi Pembebasan Patani Bersatu, PULO, menyatakan diri sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas semua aksi itu. Menurut juru bicara PULO, berbagai aksi itu adalah bagian dari perjuangan kemerdekaan suku Melayu di Thailand. ”Tujuan kami merebut kembali hak kami,” kata tokoh yang merahasiakan identitasnya itu. ”Patani milik kaum Melayu.” Ia mengaku tak punya hubungan dengan jaringan Al-Qaidah maupun Jamaah Islamiyah.  
Perdana Menteri Thaksin Shinawatra ketar-ketir juga oleh maraknya aksi pembunuhan dalam tiga pekan terakhir. Apalagi popularitasnya sedang terjun bebas ke titik nadir. Karena itu, ia memperketat undang-undang darurat: masa penahanan orang yang dicurigai diperpanjang hingga 30 hari, tanpa dakwaan. ”Senat akan voting dan saya harap bisa diterima,” katanya kepada Radio Nederland. 
Kampanye perdamaian tetap dikibarkan. Untuk meyakinkan warga, Thaksin turun ke pasar-pasar, pertokoan, perkantoran, dan permukiman warga muslim maupun Buddha. Burung-burung kertas simbol damai disebarluaskan. Di warung-warung teh, layanan TV kabel ditawarkan untuk hiburan. 
Di tengah gencarnya kampanye perdamaian, petinggi PULO mengklaim telah bertemu Thaksin pada 24-27 Agustus di Lausanne, Swiss, untuk membicarakan upaya damai. Tapi klaim ini segera dibantah pemerintah. ”Klaim itu hanya untuk membuat kaum militan seolah penting,” kata Deputi Perdana Menteri Chidchai Vanasathidya. Di depan ribuan warga Buddha dan muslim Patani, Menteri Pertahanan Thamarak Isarangura malah berjanji menambah pasukan. Nah! 
Eduardus Karel Dewanto (Bangkok Post, Reuters, Aljazeera, Khaleed Times, AFP)
Sumber: Majalah Tempo