Senin, 29 Oktober 2012

Patani Lima Tahun Silam

Atas Nama Malayu Patani
20 Januari 2007
 
Konflik bersenjata di Thailand Selatan terus berkecamuk. Pemerintah enggan berunding dengan pemberontak.
Dua orang yang berboncengan sepeda motor muncul dari balik kabut pagi di Yala, Thailand Selatan, Senin pekan lalu. Si pembonceng tiba-tiba mengangkat senapan yang disandangnya, membidik seorang lelaki yang sedang membuka kedai di simpang jalan. Lelaki itu, Abdulmanan Jaesaw, 34 tahun, roboh seketika. Kepalanya bocor, darah mengucur deras. Tamat. 
Abdulmanan dikenal propemerintah. Guru mengaji itu menyokong kampanye perdamaian di Thailand Selatan, dekat perbatasan Malaysia. Gerai miliknya turut mencetak poster dan spanduk berisi pesan damai. Karena itu, polisi segera menuding kelompok militan muslim sebagai pelaku pembunuhan. ”Mereka jaringan militan di selatan,” kata Komandan Polisi Kota Yala, Kolonel Parnpitak Thepchudeang. 
Pekan sebelumnya, dua warga Buddha Yala juga tewas dalam serangan serupa. Sukit Yingsong, 28 tahun, relawan perdamaian, dan ayahnya yang lumpuh, Kan Yingsong, 60 tahun, diguyur peluru kelompok bertopeng. Pada hari yang sama, Maae Wantae, 37 tahun, Wakil Kepala Desa Rangae, distrik Provinsi Narathiwat, tewas diserang kelompok bersenjata.
Selama 20 bulan konflik di Thailand Selatan, sudah ada 870 korban jiwa. Ketegangan bermula ketika Januari tahun lalu sekelompok massa bersenjata menyerbu tangsi di Narathiwat. Empat serdadu tewas, 300 pucuk senjata dan amunisi lenyap. Pemerintah melakukan serangan balasan yang menewaskan 108 orang pada 28 April. Setelah itu, 87 aktivis Islam Patani tewas kehabisan napas karena ditumpuk di truk setelah berunjuk rasa di Kota Tak Bai, Oktober lalu. 
Sejak dua peristiwa itu, Thailand Selatan, yang banyak dihuni kelompok minoritas muslim, semakin panas. Gerilyawan menyerang aparat dan warga propemerintah. Juli lalu, pemerintah memberlakukan undang-undang darurat untuk meredam perlawanan. Di bawah undang-undang itu, aparat boleh menahan orang yang dicurigai selama tujuh hari, menyensor surat kabar, dan menyadap pembicaraan telepon. 
Masalahnya tetap tak selesai. Serangan kini justru meruyak ke sekolah, pos polisi, dan barak-barak militer di tiga provinsi di selatan: Yala, Patani, dan Narathiwat. Selebaran gelap tulisan tangan tanpa identitas beredar di mana-mana. Warga yang beraktivitas pada hari Jumat diancam bakal dipotong telinganya. Ekor itu nyaris lumpuh.
Pekan lalu, untuk pertama kalinya Organisasi Pembebasan Patani Bersatu, PULO, menyatakan diri sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas semua aksi itu. Menurut juru bicara PULO, berbagai aksi itu adalah bagian dari perjuangan kemerdekaan suku Melayu di Thailand. ”Tujuan kami merebut kembali hak kami,” kata tokoh yang merahasiakan identitasnya itu. ”Patani milik kaum Melayu.” Ia mengaku tak punya hubungan dengan jaringan Al-Qaidah maupun Jamaah Islamiyah.  
Perdana Menteri Thaksin Shinawatra ketar-ketir juga oleh maraknya aksi pembunuhan dalam tiga pekan terakhir. Apalagi popularitasnya sedang terjun bebas ke titik nadir. Karena itu, ia memperketat undang-undang darurat: masa penahanan orang yang dicurigai diperpanjang hingga 30 hari, tanpa dakwaan. ”Senat akan voting dan saya harap bisa diterima,” katanya kepada Radio Nederland. 
Kampanye perdamaian tetap dikibarkan. Untuk meyakinkan warga, Thaksin turun ke pasar-pasar, pertokoan, perkantoran, dan permukiman warga muslim maupun Buddha. Burung-burung kertas simbol damai disebarluaskan. Di warung-warung teh, layanan TV kabel ditawarkan untuk hiburan. 
Di tengah gencarnya kampanye perdamaian, petinggi PULO mengklaim telah bertemu Thaksin pada 24-27 Agustus di Lausanne, Swiss, untuk membicarakan upaya damai. Tapi klaim ini segera dibantah pemerintah. ”Klaim itu hanya untuk membuat kaum militan seolah penting,” kata Deputi Perdana Menteri Chidchai Vanasathidya. Di depan ribuan warga Buddha dan muslim Patani, Menteri Pertahanan Thamarak Isarangura malah berjanji menambah pasukan. Nah! 
Eduardus Karel Dewanto (Bangkok Post, Reuters, Aljazeera, Khaleed Times, AFP)
Sumber: Majalah Tempo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar